PENERAPAN
MBS MASIH TERHAMBAT
Sekolah adalah
salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output
yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan bahwa,
sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang
bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan
instruksional.
Desain organisasi
sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari
sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom
dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya,
yakni man, money, dan material. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah
ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan.
Sesuai
dengan definisinya MBS adalah suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik,
dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional Menurut
Gaffar (1989). Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di
mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Dimana di dalamnya terjadi kerja
sama untuk menyelenggarakan manajemen sekolah baik dari pemerintah pusat, ke
daerah, selajutnya kepada sekolah itu sendiri yang terdiri dari kepala sekolah
dan guru beserta komite sekolah. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih
besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di
sekolah mereka.
Dalam
pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai
anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan
di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota
masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat
menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian,
pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Namun penerapan MBS di sekolah-sekolah tidaklah semulus yang dibayangkan. Banyak sekali hambatan-hambatan yang terjadi di dalam penerapannya, dimana pemerintah pusat dan daerah masih sangat berkuasa dalam menggenggam kewenangannya yang seharusnya didelegasikan kepada sekolah. . Pemerintah pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Pemerintah harus mampu memberikan bantuan jika sekolah tertentu mengalami kesulitan menerjemahkan visi pendidikan yang ditetapkan daerah menjadi program-program pendidikan yang berkualitas tinggi. Pemerintah daerah juga masih bertanggung jawab untuk menilai sekolah berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Namun penerapan MBS di sekolah-sekolah tidaklah semulus yang dibayangkan. Banyak sekali hambatan-hambatan yang terjadi di dalam penerapannya, dimana pemerintah pusat dan daerah masih sangat berkuasa dalam menggenggam kewenangannya yang seharusnya didelegasikan kepada sekolah. . Pemerintah pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Pemerintah harus mampu memberikan bantuan jika sekolah tertentu mengalami kesulitan menerjemahkan visi pendidikan yang ditetapkan daerah menjadi program-program pendidikan yang berkualitas tinggi. Pemerintah daerah juga masih bertanggung jawab untuk menilai sekolah berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Di
dalam penerapan MBS pemerintah pusat dan daerah haruslah suportif atas gagasan
MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan
cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Di dalam penerapan
MBS terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terkait.
Diantaranya: yang pertama, tidak berminat untuk terlibat, sebagian orang tidak
menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan.
Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya
menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya
dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala
sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan
aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka.
Yang kedua, tidak efisien,
pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan
frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang
otokratis. Ketiga, memerlukan pelatihan,
pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya. Kelima, kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru,
pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan. Keenam, kesulitan melakukan kordinasi, setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah. Ketujuh, pikiran kelompok, setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua masalah meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik. Untuk kelangsungan pendidikan yang bermutu dan berkualitas dan meningkatkan hasil belajar siswa.
pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya. Kelima, kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru,
pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan. Keenam, kesulitan melakukan kordinasi, setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah. Ketujuh, pikiran kelompok, setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua masalah meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik. Untuk kelangsungan pendidikan yang bermutu dan berkualitas dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Apabila pihak-pihak
yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa
setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah
pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta
hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua
yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang
dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi. Agar tidak
terjadi kebingunggan dan ketidaktahuan tanggung jawab yang diembannya, sehingga
penerapan MBS tersebut dapat dirangkul bersam-sama untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
0 komentar:
Posting Komentar