Rabu, 02 Januari 2013

Makalah Sosiologi


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, disamping sebagai makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Walaupun manusia dilengkapi dengan cipta, rasa, dan karsa, namun manusia tidak akan mampu memenuhi apa yang mereka butuhkan dengan kemampuannya sendiri. Manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Selain itu, manusia memiliki rasa ingin tahu (homo coriousity) yang tinggi. Manusia ingin mengetahui apa yang terjadi disekitarnya, apa yang terjadi dalam dirinya, bahkan mereka ingin tahu apa yang terjadi di alam semesta ini. Rasa ingin tahu ini berkembang karena alam pikiran manusia selalu mengalami perkembangan. Rasa ingin tahu ini  semakin mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan manusia lainnya.
Dalam interaksi yang dilakukan manusia, ia tidak dapat memaksakan kehendak yang dimilikinya. Manusia perlu menghargai pendapat yang dimiliki orang lain dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Di sinilah manusia belajar bersosialisasi. Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan individu untuk dapat berinteraksi dengan baik di dalam masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang baik. Proses sosialisasi dialami manusia mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Apabila ia tidak dapat menyesuaikan diri maka akan dikucilkan oleh anggota masyarakatnya. Pada dasarnya proses sosialisasi dan proses penyesuaian diri merupakan reaksi terhadap tuntutan yang bersifat ekonomis, sosial dan sebagainya. Dalam makalah ini akan dipaparkan lebih banyak mengenai proses sosialisasi dan penyesuaian diri di lingkungan sekolah.

1.2  Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.       
1.2.1     Apakah yang dimaksud dengan sosialisasi dan penyesuaian diri?
1.2.2     Bagaimanakah model-model yang sesuai bagi siswa?
1.2.3     Apakah harapan yang dimiliki oleh guru, orang tua siswa, dan siswa?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1     Menjelaskan tentang sosialisasi dan penyesuaian diri.
1.3.2     Menjelaskan tentang model-model yang sesuai bagi siswa.
1.3.3     Menjelaskan tentang harapan yang dimiliki oleh guru, orang tua siswa, dan siswa.

1.4  Manfaat Penulisan
1.4.1     Bagi Lembaga
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah koleksi makalah yang ada di perpustakaan untuk dijadikan bahan bacaan, bahan skripsi dan tugas-tugas yang terkait dengan makalah ini.
1.4.2     Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam membuat tugas khususnya yang berkaitan dengan sosialisasi dan penyesuaian diri yang terjadi di sekolah.
1.4.3     Bagi Penulis
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis dapat menambah wawasan mengenai pembuatan makalah serta menambah wawasan tentang sosialisasi dan penyesuaian diri yang terjadi di sekolah..








BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian dan Proses Sosialisasi
Proses membingbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus. Sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.
Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar bertingkah laku, kebiasan serta pola-pola kebudayaan lainnya. Segala dipelajari individu harus dipelajari dari anggota masyarakat lainnya. Secara sadar apa yang diajarkan oleh orang tua, saudara-saudara, anggota keluarga lainnya dan di sekolah yang kebanyakan diajarkan oleh guru. Secara tak sadar belajar dengan mendapatkan incidental dalam berbagai situasi sambil mengamati kelakuan orang lain, membaca buku, menonton tv dan sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungan.
Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan, berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan,rekreasi dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan dilingkungan sekitarnya.
            Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakuan yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala situasi dimana anak terlibat. Apabila ada kelakuan yang tidak sesuai di kesampingkan karena dapat menimbulkan konflik dengan lingkungan. Sedangkan yang sesuai dengan norma yang diharapkan dimantapkan.
           

2.1.1.      Kesulitan Sosialisasi
Dalam melakukan proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar pasti ada saja sejumlah kesulitan yang di alami. Pertama, ada kesulitan komunikasi, bila anak tidak mengerti apa yang diharapkan dari padanya, atau tak tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat. Hal ini akan terjadi bila anak itu tak memahami lambang-lambang seperti bahasa, isyarat, dan sebagainya.
            Kedua, adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan. Masyarakat modern terpecah-pecah dalam berbagai sektor atau kelompok yang menuntut kelakuan yang berbeda-beda. Orang tua mengharapkan agar anaknya jujur, tidak merokok,rajin sekolah. Tapi pada siswa mengharuskannya turut dalam melakukan kebiasaan-kebiasaan yang melanggar norma. Apabila anak tidak mengikutinya maka anak akan dikucilkan dari pergaulan.
            Kesulitan lain yang dihadapi dalam proses sosialisasi adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, indusralisasi, dan urbanisasi. Perubahan dari kehidupan daerah ke cara hidup kota cosmopolitan sangat besar. Ikatan kekeluargaan di daerah masih sangat erat, baik dengan keluarga maupun tetangga. Norma-norma kelakuan jelas dipahami oleh setiap warga. Setiap warga mengontrol kelakuan masing-masing warga sehingga sulit untuk melakukan pelanggaran. Dengan kontrol sosial yang demikian ketatnya dapat diharapkan bahwa semua akan mematuhi norma-norma yang berlaku.
           
2.1.2.      Sosialisasi di Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan. Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah anak hanya bergaul dengan orang yang terbatas jumlahnya, terutama dengan anggota keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana di rumah adalah informal dan banyak kelakuan yang diijinkan.
            Di sekolah anak itu mengalami suasana yang berbeda. Anak bukan lagi sebagai anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang di antara puluhan murid lainnya. Untuk itu anak harus mengikuti peraturan yang bersifat formal yang tidak dialami anak di rumah dan dengan sendirinya membatasi kebebasannya.
            Dengan susasana kelas yang berbeda dengan suasana rumah maka anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya. Demikian rasa egosentris berkurang dan digantikan oleh kelakuan yang bercorak sosial.  Jadi saat di sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang memperluas keterampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai ragam latar belakang dan belajar untuk menjalankan pernanannya dalam sruktur sosial yang dihadapi di sekolah.
            Dalam perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak itu memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosial dengan anak-anak lainnya yang berbeda status sosial. Lambat laun ia akan membebaskan diri dari ikatan rumah tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat luas.
            Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberi pendidikan intelektual, yakni mempersiapkan anak untuk sekolah yang lebih lanjut. Olehh sebab tugas itu cukup penting dan bera, maka perhatian sekolah sebagian besar ditunjukan kepada aspek intelektual anak. Aspeklain seperti pendidikan moral melalui pendidikan agama dan moral pancasila juga diperhatikan.

2.1.3.      Nilai-nilai yang Dianut di Sekolah
Pada umumnya nilai dan norma yang berlaku di sekolah sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Antara masyarakat dan sekolah harus ada hubungan dan kesesuaian mengenai norma dan nilai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya memiliki nilai dan norma yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan keadaan sekolah masing-masing karena tiap sekolah memiliki guru, siswa, kepala sekolah dan lingkungan yang berbeda dengan sekolah yang lain.
Siswa di sekolah terkadang memiliki norma tersendiri. Siswa di sekolah terkadang memiliki rasa “kompak” yang berlebihan terhadap siswa sekolah lain atau kelas lain. Perkelahian antarsekolah sering terjadi karena rasa “kompak” yang berlebihan ini. Apabila seorang siswa merasa dihina atau diejek oleh siswa sekolah lain, maka seluruh kelas atau sekolah mendukung siswa tersebut. Dalam kasus ini, siswa-siswa tersebut lebih dikuasi oleh emosi subjektif daripada pikiran rasional yang objektif. Mereka selalu beranggapan bahwa siswa dari sekolah mereka benar dan siswa dari sekolah lain sudah pasti salah.
Dalam hal ini, nilai dan norma yang berlaku di sekolah kebanyakan berpedoman pada nilai dan norma yang berlaku bagi golonan menengah misalnya menghargai nilai kejujuran, kerajinan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya. Perbuatan seperti penipuan, kekerasan, pencurian pelanggaran seks dipandang sebagai perbuatan yang melanggar norma. Apabila dalam keluarga siswa menganut nilai-nilai yang sama, maka siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan sekolah.

2.1.4.      Pengaruh Iklim Sosial terhadap Sosialisasi Anak
Ada dua macam iklim sosial yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim sosial yang demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam iklim demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang dilakukan siswa diatur dengan ketat oleh guru.
Penelitian mengenai pengaruh iklim sosial terhadap siswa dilakukan oleh Kurt Lewin dan Ronald Lippitt pada tahu 1939. Menurut Lewin, iklim sosial dalam hidup siswa diumpamakan sebagai udara yang dihirupnya. Hubungan dengan orang lain dan statusya dalam kelompok merupakan hal penting yang menentukan apakah dia merasa aman atau tidak. Sehingga kelompok dan kebudayaan dimana siswa itu berada sangat menentukan tingkah laku dan sifatnya. Dalam penelitiannya, mereka memilih dua kelompok dan dierikan perlakuan yang berbeda. Satu kelompok diberikan perlakuan sesuai iklim demokrasi dan yang satu diberikan perlakuan iklim otokrasi. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah sebagai berikut.

Tabel 01. Tabel Perbandingan Iklim Demokratis dengan Iklim Otokrasi
Iklim Demokratis
Iklim Otokrasi
Terdapat suasana kerja sama, pemberian saran yang bersifat konstruktif, dan adanya penghargaan terhadap orang lain.
Lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam yang bersifat pribadi.
Terdapat suasana kebersamaan.
Lebih menonjolkan diri sendiri.
Status sosial antara pemimpin dan dipimpin dan yang dipimpin sangat sedikit, sehingga suatu saat siapa pun bisa menjadi pemimpin apabila dia memiliki kelebihan.
Adanya pimpinan yang kuat menghalangi pihak lain untuk memegang pimpinan.
Individualitas siswa dapat berkembang.
Individualitas siswa tidak dapat berkembang.

Kedua iklim tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Iklim demokratis lebih sesuai untuk penyesuaian diri yang baik, pemberian kesempatan dalam hal mengekspresikan diri, persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa kebersamaan, an lain sebagainya. sedangkan iklim otokrasi lebih sesuai untuk penanaman kedisiplinan di kalangan siswa.

2.1.5.      Persaingan dan Kerja sama
Ada dua jenis interaksi yang terjadi di dalam masyarakat, yaitu persaingan dan kerja sama. Persaingan merupakan bentu interaksi yang bersifat negatif. Persaingan ini timbul karena adanya sifat egois manusia yang ingin menonjolkan dirinya sendiri dan tidak mau kalah dari orang lain. Dalam banyak hal siswa harus bersaing dengan siswa lainnya. Persaingan paling jelas terlihat dalam hal perolehan nilai atau prestasi mereka di sekolah. Siswa bersaing untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Tidak hanya dikalangan siswa saja, persaingan terjadi di segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, dan berbagai aspek lainnya.
Bentuk interaksi yang bersifat positif adalah kerjasama. Kerjasama menunjukkan bahwa manusia membutuhkan bantuan manusia lainnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang dimilikinya. Kerjasama atau gotong-royong merupakan nilai luhur yang telah dimiliki bangsa Indonesia dari dahulu. Dengan kerjasama, masalah yang berat akan terasa lebih ringan karena dikerjakan bersama-sama.



2.2  Model dan Peranannya
Pola kelakuan anak diperolehnya melalui proses sosialisasi yakni dalam situasi-situasi sosial dan interaksi anak itu dengan manusia lain disekitarnya. Disamping itu juga ia memerlukan “ model”, contoh atau teladan pola kelakuan itu. Dalam masyarakat tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebut Gemeinschaft, peranan setiap orang seperti bapak, ibu, pemudi, pria, wanita jelas dan dipahami oleh semua. Akan tetapi dalm masyarakat kota, yang disebut Gesellschaft, apalagi pada zaman modern ini, setiap orang harus menjalankan berbagai peranan menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya.
Guru harus berpakaian bersih rapi, ia harus selalu berpegang tepat pada waktu, ia harus bertanggung jawab, berjiwa sosial, suka membantu orang, ramah, dapat mengendalikan diri, dan sebagainya, dengan harapan bahwa sifat- sifat yang baik itu secara sengaja atau tidak sengaja, juga menjadi sifat- sifat kelakuan anak.
Dalam dunia yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacam- macam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan diluar orang tua dan guru. Untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukannya model baru pula. Dengan demikian ia akan dapat menyesuaikan kelakuannya dengan apa yang diharapkan daripadanya dalam berbagai macam posisi dan situasi agar ia jangan mengalami kesulitan dalam hidupnya.

2.2.1        Model-model bagi  Murid di Sekolah
Masyarakat modern makin lama makin berdiferensiasi sehingga terbagi dalam segmen- segmen yang bertambah banyak. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan ke perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya, bahkan ke negara- negara lain, menuntut perlunya murid- murid memahami macam- macam kelakuan manusia.
Guru- guru tak semua sama, bahkan berbeda- beda pribadinya. Guru- guru berasal dari golongan rendah dan sebagai guru merasa dirinya meeningkat ke golongan menengah sambil mempelajari norma- norma golongan itu selama pendidikannya dan dalam jabatannya. Melalui interaksi yang banyak dengan golongan menengah dan atasan, berkat pendidikan dan pengalaman tiap guru dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan modern dalam masyarak Gesellschaft untuk memperoleh pandangan yang luas.
Guru yang terikat pada pandangan golongan asalnya akan lebih picik pandangannya. Kepicikan atau keterbatasan pandangan guru diperkuat oleh tuntutan masyarakat Gemeinschaft kelakuan guru. Di sekolah di kota terdapat variasi yang lebih besar tentang kesukuan dan daerah asal guru.
Ada kecenderungan kedudukan guru makin banyak ditempati oleh kaum wanita, khususnya di Sekolah Dasar dan juga Sekolah Menengah. Dapat dikatakan bahwa guru- guru menunjukkan heterogenitas, dan mereka semuanya diharapkan menjadi guru yang “ baik” dimanapun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya. Bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita- cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar sekolah.

2.3  Harapan yang Terjadi di Sekolah
2.3.1     Harapan Guru
2.3.2     Harapan Orang Tua Siswa
2.3.3     Harapan Siswa















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Proses membingbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus. Dalam melakukan proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar pasti ada saja sejumlah kesulitan yang di alami. Kesulitan itu dapat disebabkan karena masalah komunikasi, adanya pola kelakuan yang berbeda, dan masyarakat yang berubah-ubah.
Ada dua macam iklim sosial yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim sosial yang demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam iklim demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang dilakukan siswa diatur dengan ketat oleh guru.
Guru diharapkan mampu menjadi model yang baik bagi siswa karena siswa kebanyakan meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dijadikannya teladan. Guru harus memiliki kepribadian yang baik, penampilan yang baik, dan cara yang berkomunikasi yang baik, agar siswa tridak meniru hal-hal yang kurang baik myang dimiliki oleh guru tersebut.

3.2  Saran
Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan terjadi penambahan pemahaman tentang proses sosialisasi, khususnya sosialisasi yang terjadi di sekolah. Guru diharapkan mampu memahami tentang sosialisasi dan proses sosialisasi karena siswa sekolah dasar masih dalam tahap belajar menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang ada di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, guru juga harus menjadi figure yang baik agar dapat menjadi model yang pantas ditiru oleh siswa.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

makalahnya bagus, ijin bertanya sumbernya darimana ya pak?

Template by : kendhin x-template.blogspot.com