BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pada
hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, disamping sebagai makhluk individu.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini.
Walaupun manusia dilengkapi dengan cipta, rasa, dan karsa, namun manusia tidak
akan mampu memenuhi apa yang mereka butuhkan dengan kemampuannya sendiri.
Manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya agar kebutuhan mereka dapat
terpenuhi. Selain itu, manusia memiliki rasa ingin tahu (homo coriousity) yang tinggi. Manusia ingin mengetahui apa yang
terjadi disekitarnya, apa yang terjadi dalam dirinya, bahkan mereka ingin tahu
apa yang terjadi di alam semesta ini. Rasa ingin tahu ini berkembang karena
alam pikiran manusia selalu mengalami perkembangan. Rasa ingin tahu ini semakin mendorong manusia untuk melakukan
interaksi dengan manusia lainnya.
Dalam
interaksi yang dilakukan manusia, ia tidak dapat memaksakan kehendak yang
dimilikinya. Manusia perlu menghargai pendapat yang dimiliki orang lain dan
perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Di sinilah manusia
belajar bersosialisasi. Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan
individu untuk dapat berinteraksi dengan baik di dalam masyarakat, sehingga menjadi
masyarakat yang baik. Proses sosialisasi dialami manusia mulai dari lingkungan
keluarga, sekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Apabila ia tidak dapat
menyesuaikan diri maka akan dikucilkan oleh anggota masyarakatnya. Pada
dasarnya proses sosialisasi dan proses penyesuaian diri merupakan reaksi terhadap
tuntutan yang bersifat ekonomis, sosial dan sebagainya. Dalam makalah ini akan
dipaparkan lebih banyak mengenai proses sosialisasi dan penyesuaian diri di
lingkungan sekolah.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apakah
yang dimaksud dengan sosialisasi dan penyesuaian diri?
1.2.2 Bagaimanakah
model-model yang sesuai bagi siswa?
1.2.3 Apakah
harapan yang dimiliki oleh guru, orang tua siswa, dan siswa?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1 Menjelaskan
tentang sosialisasi dan penyesuaian diri.
1.3.2 Menjelaskan
tentang model-model yang sesuai bagi siswa.
1.3.3 Menjelaskan
tentang harapan yang dimiliki oleh guru, orang tua siswa, dan siswa.
1.4
Manfaat
Penulisan
1.4.1 Bagi
Lembaga
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah koleksi
makalah yang ada di perpustakaan untuk dijadikan bahan bacaan, bahan skripsi
dan tugas-tugas yang terkait dengan makalah ini.
1.4.2 Bagi
Mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam membuat
tugas khususnya yang berkaitan dengan sosialisasi dan penyesuaian diri yang
terjadi di sekolah.
1.4.3 Bagi
Penulis
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis dapat menambah
wawasan mengenai pembuatan makalah serta menambah wawasan tentang sosialisasi
dan penyesuaian diri yang terjadi di sekolah..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
dan Proses Sosialisasi
Proses
membingbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi. Sosialisasi
dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya,
agar menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok
khusus. Sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.
Sosialisasi
adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar bertingkah laku,
kebiasan serta pola-pola kebudayaan lainnya. Segala dipelajari individu harus
dipelajari dari anggota masyarakat lainnya. Secara sadar apa yang diajarkan
oleh orang tua, saudara-saudara, anggota keluarga lainnya dan di sekolah yang
kebanyakan diajarkan oleh guru. Secara tak sadar belajar dengan mendapatkan
incidental dalam berbagai situasi sambil mengamati kelakuan orang lain, membaca
buku, menonton tv dan sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam
interaksi individu dengan lingkungan.
Sosialisasi
terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang menyebabkan individu
mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan,
duduk, makan, berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam
masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua,
pekerjaan,rekreasi dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang
baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan
dilingkungan sekitarnya.
Sosialisasi
tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakuan
yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala situasi dimana
anak terlibat. Apabila ada kelakuan yang tidak sesuai di kesampingkan karena
dapat menimbulkan konflik dengan lingkungan. Sedangkan yang sesuai dengan norma
yang diharapkan dimantapkan.
2.1.1.
Kesulitan
Sosialisasi
Dalam melakukan
proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar pasti ada saja sejumlah
kesulitan yang di alami. Pertama, ada kesulitan komunikasi, bila anak tidak
mengerti apa yang diharapkan dari padanya, atau tak tahu apa yang diinginkan
oleh masyarakat. Hal ini akan terjadi bila anak itu tak memahami
lambang-lambang seperti bahasa, isyarat, dan sebagainya.
Kedua,
adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan. Masyarakat
modern terpecah-pecah dalam berbagai sektor atau kelompok yang menuntut
kelakuan yang berbeda-beda. Orang tua mengharapkan agar anaknya jujur, tidak
merokok,rajin sekolah. Tapi pada siswa mengharuskannya turut dalam melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang melanggar norma. Apabila anak tidak mengikutinya maka
anak akan dikucilkan dari pergaulan.
Kesulitan
lain yang dihadapi dalam proses sosialisasi adalah perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, indusralisasi, dan urbanisasi.
Perubahan dari kehidupan daerah ke cara hidup kota cosmopolitan sangat besar.
Ikatan kekeluargaan di daerah masih sangat erat, baik dengan keluarga maupun
tetangga. Norma-norma kelakuan jelas dipahami oleh setiap warga. Setiap warga
mengontrol kelakuan masing-masing warga sehingga sulit untuk melakukan
pelanggaran. Dengan kontrol sosial yang demikian ketatnya dapat diharapkan
bahwa semua akan mematuhi norma-norma yang berlaku.
2.1.2.
Sosialisasi
di Sekolah
Sekolah memegang
peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya
salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan. Anak mengalami
perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah anak
hanya bergaul dengan orang yang terbatas jumlahnya, terutama dengan anggota
keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana di rumah adalah informal dan banyak
kelakuan yang diijinkan.
Di
sekolah anak itu mengalami suasana yang berbeda. Anak bukan lagi sebagai anak
istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah
seorang di antara puluhan murid lainnya. Untuk itu anak harus mengikuti
peraturan yang bersifat formal yang tidak dialami anak di rumah dan dengan
sendirinya membatasi kebebasannya.
Dengan
susasana kelas yang berbeda dengan suasana rumah maka anak itu melihat dirinya
sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya. Demikian rasa egosentris
berkurang dan digantikan oleh kelakuan yang bercorak sosial. Jadi saat di sekolah anak itu belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial yang baru yang memperluas keterampilan sosialnya.
Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai ragam latar belakang dan belajar
untuk menjalankan pernanannya dalam sruktur sosial yang dihadapi di sekolah.
Dalam
perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak itu memperoleh
pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosial dengan anak-anak lainnya yang
berbeda status sosial. Lambat laun ia akan membebaskan diri dari ikatan rumah
tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat
luas.
Sekolah
merupakan lembaga tempat anak terutama diberi pendidikan intelektual, yakni
mempersiapkan anak untuk sekolah yang lebih lanjut. Olehh sebab tugas itu cukup
penting dan bera, maka perhatian sekolah sebagian besar ditunjukan kepada aspek
intelektual anak. Aspeklain seperti pendidikan moral melalui pendidikan agama
dan moral pancasila juga diperhatikan.
2.1.3.
Nilai-nilai
yang Dianut di Sekolah
Pada umumnya
nilai dan norma yang berlaku di sekolah sejalan dengan nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Antara masyarakat dan sekolah harus ada hubungan dan
kesesuaian mengenai norma dan nilai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa antara
satu sekolah dengan sekolah yang lainnya memiliki nilai dan norma yang
berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan keadaan sekolah masing-masing karena
tiap sekolah memiliki guru, siswa, kepala sekolah dan lingkungan yang berbeda
dengan sekolah yang lain.
Siswa di sekolah
terkadang memiliki norma tersendiri. Siswa di sekolah terkadang memiliki rasa
“kompak” yang berlebihan terhadap siswa sekolah lain atau kelas lain.
Perkelahian antarsekolah sering terjadi karena rasa “kompak” yang berlebihan
ini. Apabila seorang siswa merasa dihina atau diejek oleh siswa sekolah lain,
maka seluruh kelas atau sekolah mendukung siswa tersebut. Dalam kasus ini,
siswa-siswa tersebut lebih dikuasi oleh emosi subjektif daripada pikiran
rasional yang objektif. Mereka selalu beranggapan bahwa siswa dari sekolah
mereka benar dan siswa dari sekolah lain sudah pasti salah.
Dalam hal ini,
nilai dan norma yang berlaku di sekolah kebanyakan berpedoman pada nilai dan
norma yang berlaku bagi golonan menengah misalnya menghargai nilai kejujuran,
kerajinan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya. Perbuatan seperti
penipuan, kekerasan, pencurian pelanggaran seks dipandang sebagai perbuatan
yang melanggar norma. Apabila dalam keluarga siswa menganut nilai-nilai yang
sama, maka siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan sekolah.
2.1.4.
Pengaruh
Iklim Sosial terhadap Sosialisasi Anak
Ada dua
macam iklim sosial yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim
sosial yang demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam
iklim demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan
aktivitas sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang
dilakukan siswa diatur dengan ketat oleh guru.
Penelitian
mengenai pengaruh iklim sosial terhadap siswa dilakukan oleh Kurt Lewin dan
Ronald Lippitt pada tahu 1939. Menurut Lewin, iklim sosial dalam hidup siswa
diumpamakan sebagai udara yang dihirupnya. Hubungan dengan orang lain dan
statusya dalam kelompok merupakan hal penting yang menentukan apakah dia merasa
aman atau tidak. Sehingga kelompok dan kebudayaan dimana siswa itu berada
sangat menentukan tingkah laku dan sifatnya. Dalam penelitiannya, mereka
memilih dua kelompok dan dierikan perlakuan yang berbeda. Satu kelompok
diberikan perlakuan sesuai iklim demokrasi dan yang satu diberikan perlakuan
iklim otokrasi. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah sebagai berikut.
Tabel 01. Tabel Perbandingan
Iklim Demokratis dengan Iklim Otokrasi
Iklim Demokratis
|
Iklim Otokrasi
|
Terdapat suasana kerja sama, pemberian saran yang
bersifat konstruktif, dan adanya penghargaan terhadap orang lain.
|
Lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam yang bersifat
pribadi.
|
Terdapat suasana kebersamaan.
|
Lebih menonjolkan diri sendiri.
|
Status sosial antara pemimpin dan dipimpin dan yang
dipimpin sangat sedikit, sehingga suatu saat siapa pun bisa menjadi pemimpin
apabila dia memiliki kelebihan.
|
Adanya pimpinan yang kuat menghalangi pihak lain untuk
memegang pimpinan.
|
Individualitas siswa dapat berkembang.
|
Individualitas siswa tidak dapat berkembang.
|
Kedua iklim tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan tersendiri. Iklim demokratis lebih sesuai untuk
penyesuaian diri yang baik, pemberian kesempatan dalam hal mengekspresikan
diri, persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa kebersamaan, an lain sebagainya.
sedangkan iklim otokrasi lebih sesuai untuk penanaman kedisiplinan di kalangan
siswa.
2.1.5.
Persaingan
dan Kerja sama
Ada dua jenis
interaksi yang terjadi di dalam masyarakat, yaitu persaingan dan kerja sama. Persaingan
merupakan bentu interaksi yang bersifat negatif. Persaingan ini timbul karena
adanya sifat egois manusia yang ingin menonjolkan dirinya sendiri dan tidak mau
kalah dari orang lain. Dalam banyak hal siswa harus bersaing dengan siswa
lainnya. Persaingan paling jelas terlihat dalam hal perolehan nilai atau
prestasi mereka di sekolah. Siswa bersaing untuk mendapatkan nilai yang
terbaik. Tidak hanya dikalangan siswa saja, persaingan terjadi di segala aspek
kehidupan manusia. Mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, dan berbagai aspek
lainnya.
Bentuk interaksi
yang bersifat positif adalah kerjasama. Kerjasama menunjukkan bahwa manusia
membutuhkan bantuan manusia lainnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang
dimilikinya. Kerjasama atau gotong-royong merupakan nilai luhur yang telah
dimiliki bangsa Indonesia dari dahulu. Dengan kerjasama, masalah yang berat
akan terasa lebih ringan karena dikerjakan bersama-sama.
2.2
Model
dan Peranannya
Pola kelakuan
anak diperolehnya melalui proses sosialisasi yakni dalam situasi-situasi sosial
dan interaksi anak itu dengan manusia lain disekitarnya. Disamping itu juga ia
memerlukan “ model”, contoh atau teladan pola kelakuan itu. Dalam masyarakat
tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebut Gemeinschaft, peranan setiap orang
seperti bapak, ibu, pemudi, pria, wanita jelas dan dipahami oleh semua. Akan
tetapi dalm masyarakat kota, yang disebut Gesellschaft,
apalagi pada zaman modern ini, setiap orang harus menjalankan berbagai peranan
menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya.
Guru harus berpakaian
bersih rapi, ia harus selalu berpegang tepat pada waktu, ia harus bertanggung
jawab, berjiwa sosial, suka membantu orang, ramah, dapat mengendalikan diri,
dan sebagainya, dengan harapan bahwa sifat- sifat yang baik itu secara sengaja
atau tidak sengaja, juga menjadi sifat- sifat kelakuan anak.
Dalam dunia yang
kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam
bermacam- macam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model
kelakuan diluar orang tua dan guru. Untuk situasi sosial yang baru akan
diperlakukannya model baru pula. Dengan demikian ia akan dapat menyesuaikan
kelakuannya dengan apa yang diharapkan daripadanya dalam berbagai macam posisi
dan situasi agar ia jangan mengalami kesulitan dalam hidupnya.
2.2.1
Model-model
bagi Murid di Sekolah
Masyarakat
modern makin lama makin berdiferensiasi sehingga terbagi dalam segmen- segmen
yang bertambah banyak. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan ke
perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya, bahkan ke negara-
negara lain, menuntut perlunya murid- murid memahami macam- macam kelakuan
manusia.
Guru- guru tak
semua sama, bahkan berbeda- beda pribadinya. Guru- guru berasal dari golongan
rendah dan sebagai guru merasa dirinya meeningkat ke golongan menengah sambil
mempelajari norma- norma golongan itu selama pendidikannya dan dalam
jabatannya. Melalui interaksi yang banyak dengan golongan menengah dan atasan,
berkat pendidikan dan pengalaman tiap guru dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan modern dalam masyarak Gesellschaft untuk memperoleh pandangan yang
luas.
Guru yang
terikat pada pandangan golongan asalnya akan lebih picik pandangannya.
Kepicikan atau keterbatasan pandangan guru diperkuat oleh tuntutan masyarakat
Gemeinschaft kelakuan guru. Di sekolah di kota terdapat variasi yang lebih
besar tentang kesukuan dan daerah asal guru.
Ada
kecenderungan kedudukan guru makin banyak ditempati oleh kaum wanita, khususnya
di Sekolah Dasar dan juga Sekolah Menengah. Dapat dikatakan bahwa guru- guru
menunjukkan heterogenitas, dan mereka semuanya diharapkan menjadi guru yang “
baik” dimanapun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak
didiknya. Bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita- cita murid maka ia
akan mencari model yang lain di luar sekolah.
2.3
Harapan
yang Terjadi di Sekolah
2.3.1 Harapan Guru
2.3.2 Harapan Orang Tua Siswa
2.3.3 Harapan Siswa
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Proses membingbing individu ke dalam dunia sosial
disebut sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang
kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar menjadi anggota yang baik
dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus. Dalam melakukan proses
sosialisasi tidak selalu berjalan lancar pasti ada saja sejumlah kesulitan yang
di alami. Kesulitan itu dapat disebabkan karena masalah komunikasi, adanya pola
kelakuan yang berbeda, dan masyarakat yang berubah-ubah.
Ada dua
macam iklim sosial yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim
sosial yang demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam
iklim demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan
aktivitas sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang
dilakukan siswa diatur dengan ketat oleh guru.
Guru diharapkan mampu menjadi
model yang baik bagi siswa karena siswa kebanyakan meniru apa yang dilakukan
oleh orang yang dijadikannya teladan. Guru harus memiliki kepribadian yang
baik, penampilan yang baik, dan cara yang berkomunikasi yang baik, agar siswa
tridak meniru hal-hal yang kurang baik myang dimiliki oleh guru tersebut.
3.2
Saran
Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan terjadi
penambahan pemahaman tentang proses sosialisasi, khususnya sosialisasi yang
terjadi di sekolah. Guru diharapkan mampu memahami tentang sosialisasi dan
proses sosialisasi karena siswa sekolah dasar masih dalam tahap belajar
menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang ada di keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Selain itu, guru juga harus menjadi figure yang baik agar dapat
menjadi model yang pantas ditiru oleh siswa.
1 komentar:
makalahnya bagus, ijin bertanya sumbernya darimana ya pak?
Posting Komentar